Wednesday, August 28, 2013

my little notes "A"

Pers Masa Kini

Demikianlah pers kita masa kini. Sesekali tertindas tapi pada kali lain menjadi penindas. Berperan dan dipercaya sebagai pahlawan kebebasan, namun sesekali tergelincir membantu menindas kebebasan orang lain. Kepala sebagian pengelolanya berisi idealisme, namun kerapkali perutnya menuntut komersialisasi. Bisadimengerti, karena ada keadaan tertentu telah membuat manusia-manusia yang masih idealis terpaksa bekerja dengan para pemilik uang yang belum tentu idealis karena mengutamakan aspek komersial. Kita tak bisa menebak, bagaimana akhir cerita dari persenyawaan dua jenis manusia itu dalam institusi masyarakat yang dikenal sebagai kekuatan pers.~By: BC

Fenomena Korupsi

Hingga kini fenomena KORUPSI masih meraja di berbagai penjuru NKRI. Selama satu dasawarsa terakhir pasca reformasi berbagai kasus korupsi kian menyata ”membekukan” kapasitas Negara dan ”membusukkan” berbagai agenda reformasi di Indonesia. 
Demokrasi kian mandul karena dibajak oleh para koruptor yang menguasai lembaga-lembaga politik dan birokrasi di Indonesia.~By: BC

Paradoks Pemberantasan Korupsi

TAK kalah aktual adalah situasi kekacauan dalam pemberantasan korupsi. Paling kontradiktif dan dilematis di sini adalah bahwa kita, mau tidak mau, masih menggantungkan diri kepada kalangan kekuasaan negara dalam gerakan pemberantasan korupsi. Padahal, kita pun tahu bahwa para pelaku korupsi itu justru paling banyak adalah dari kalangan kekuasaan itu sendiri. 
Bangsa ini telah mencoba menggeser peran itu kepada sebuah lembaga ekstra KPK, tetapi senasib dengan lembaga-lembaga serupa yang pernah dibentuk dari satu rezim ke rezim kekuasaan lainnya, lembaga ekstra pemberantasan korupsi ini sendiri tak henti-hentinya dilemahkan, termasuk oleh kalangan DPR-RI yang diharapkan bisa menjadi penyokong utama pemberantasan korupsi. Tetapi rupanya, karena lembaga-lembaga legislatif kita diisi dengan rekrutmen melalui partai-partai yang pragmatis dan membesarkan diri dengan politik uang, maka untuk sementara tak ada yang bisa diharapkan dari sana.
Bahkan sebaliknya, mungkin saja malapetaka bagi pemberantasan korupsi bisa berasal dari sana. Kasus suap dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur BI Miranda Goeltom, menjadi salah satu buktinya. Demikianlah, kita bisa melihat betapa lembaga-lembaga pemerintahan (eksekutif), penegak hukum dan peradilan (eksekutif dan judikatif) serta anggota-anggota DPR (legislatif) berada dalam suatu paradoks, dianggap berlawanan dengan para pelaku korupsi, tetapi nyatanya untuk sebagian menjadi bagian dari perilaku korupsi itu.Dan, kata siapa, tak ada pemuka yang mengkorup dana umatnya, dan atau memperkaya dirinya sendiri dengan ‘memanipulasi’ kepercayaan umat? Tak kalah celakanya, betapa banyak umat yang berasal dari kalangan akar rumput yang dalam kehidupan sehari-hari telah tertindas habis–oleh ketidak adilan sosial-ekonomi dan mungkin juga hukum, serta tertindas oleh penertiban tidak manusiawi oleh aparat pemerintah kemudian dipermainkan dan dieksploitasi keyakinan agamanya oleh para pemuka yang dipercayanya untuk melakukan kekerasan atas nama agama.
Hal yang sama, tak kalah sering terjadi dalam praktek politik praktis sehari-hari. Kemarin ditindas, hari ini menindas, besok mungkin tertindas lagi, seperti putaran roda pedati saja. ~ By: BC

Agustus 2013